Pada bab ini akan dibahas seputar pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait dengan implementasi good and clean governance. Di akhir perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Menganalisis pengertian good governance
2. Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan modern
3. Menganalisis unsur-unsur pokok dalam mewujudkan cita-cita good governance
4. Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good governance dalam skala kecil
5. Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga terkait melalui paradigma good and clean governance
6. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan gerakan anti korupsi
7. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan kinerja birokrasi pelayanan pubik
MEMBANGUN SISTEM MANAJEMEN PEMERINTAH
BERBASIS KEJUJURAN DAN KETULUSAN

Abstrak, Penelitian ini secara teoritis ditujukan untuk mempelajari tentang pemerintahan, baik dari segi pengertiannya serta cara membangun pemerintahan yang berbasis kejujuran serta ketulusan. Sedangkan secara praktis, ditujukan untuk penerapan sistem pembelajaran mengenai tentang pemerintahan terutama di Indonesia. Adapun materi yang dijabarkan dalam pembahasan hasil penelitian ini yaitu (1) Pengertian tentang pemerintahan dan karakteristiknya. (2) Tata kelola pemerintahan yang baik dan benar agar tercipta pemerintah yang jujur. (3). Sistem pemerintahan. (4) Sistem membangun pemerintah yang berbasis kejujuran dan ketulusan diantaranya dapat dijelaskan dalam 2 pokok bahasan yaitu factor agar terciptanya pemerintah yang jujur serta kendalanya.
Kata Kunci ; Sistem manajemen Pemerintah Berbasis kejujuran Dan Ketulusan
- A. Pendahuluan
Dewasa ini permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat banyak yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance yang selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Maka dari itu, Pemerintah inonesia berinisiatif akan membangun Indonesia ini dalam sistem pemerintahannya agar dapr menjadi lebih baik. Dan menggunakan sistem pemerintahan yang berlandaskan kejujuran serta ketulusan.
- B. Pembahasan
- 1. Arti pemerintah dan Karakteristiknya
Namun, dapat dijelaskan juga pengertian pemerintah itu dalam arti organ yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : pemerintah dalam arti luas adalah, suatu pemerintah yang berdault sebagai gabungan atau lembaga kenegaraan yang telah berkuasa dan memerintah di suatu kenegaraan yang dijabarkan meliputi legislative, eksekutif, serta yudikatif. [1]Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah, suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan atau lemabga yang mempunyai sebuah wewenang untuk melaksanakan kebijakan Negara eksekutif yang terdiri meliputi presiden, wakil presiden serta seluruh kabinetnya.
Dalam pemerintahan, juga terdapat karakteristik dari pemerintahan tersebut, yaitu Karakteristik pola pemerintahan pada masyarakat modern yaitu :
a) Kompleksitas
Dalam menghadapi situasi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintahan perlu ditekankan pada fungsi koordinasi & komposisi.
b) Dinamika
Pola pemerintahan yang dikembangkan adalah pengendalian & kolaborasi di antara berbagai faktor yang terlibat.
c) Keanekaragaman
Masyarakat dengan berbagai kepentingan diatasi dengan pola
penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan dan integrasi atau keterpaduan.
Selain pengertian dan karakteristiknya, di dalam pemerintahan pun terdapat factor-faktor yang mendukung agar terbentuknya pemerintah, yaitu :
a) Negara dan Pemerintah
Yaitu keseluruhan lembaga politik dan sektor public.[2]
Peran dan tanggung jawabnya adalah :
· Hukum
· Pelayanan Publik
· Desentralisasi
· Transparansi dan Pemberdayaan Masyarakat
· Penciptaan Pasar yang Kompetitif
· Pembangunan Lingkungan yang kondusif bagi tercapainya pembangunan.
b) Sektor Swasta
Yaitu perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti:
- Industri dan perdagangan
-Perbankan dan koperasi sektor informal
Peranannya adalah :
· Peningkatan poduktivitas
· Penyerapan tenaga kerja
· Pengembangan sumber penerimaan Negara dan inventasi
· Pengembangan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.
- 2. Tata Pelaksanaan Pemerintah Yang Baik Agar tercipta Pemerintah Jujur
Adapun tata pelaksanaa yang baik yang harus kita ketahui diantaranya :
- Partisipasi aktif
- Tegaknya hukum
- Transparansi
- Berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
- Keadilan dan perlakuan yang sama untuk semua orang.
- Efektif dan ekonomis
- Dapat dipertanggungjawabkan
- 3. Sistem Pemerintahan di Indonesia
Adapan sistem pemerintahan yang harus kita ketahui, yaitu terdiri dari 4 macam golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Bentuk Pemerintahan Parlementer
Dalam sistem Parlementer, warga negara tidak memilih kepala negara secara langsung. Mereka memilih anggota-anggota dewan perwakilan rakyat, yang diorganisasi ke dalam satu atau lebih partai politik. Umumnya, sistem Parlementer mengindikasikan hubungan kelembagaan yang erat antara eksekutif dan legislatif. Kepala pemerintahan dalam sistem Parlementer adalah perdana menteri (disebut Premier di Italia atau Kanselir di Jerman). Perdana menteri memilih menteri-menteri serta membentuk kabinet berdasarkan suatu ‘mayoritas’ dalam parlemen (berdasarkan jumlah suara yang didapat masing-masing partai di dalam Pemilu).[4]
Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum, warganegara memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut serta di dalam pemilihan umum.
Sedangkan sistem parlementer ini mempunyai 2 varian, yaitu : Parlementer Mayoritas dan Parlementer Transaksional.
2. Bentuk Pemerintahan Presidensil
Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan perwakilan rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan legislatif dapat saling bertanya satu sama lain. Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang dengan hak prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di dalam kabinet.
Di dalam sistem presidensil, presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) tetapi langsung kepada rakyat. Sanksi jika presiden dianggap tidak ‘menrespon hati nurani rakyat’ dapat berujung pada dua jalan: pertama, tidak memilih lagi si presiden tersebut dalam proses pemilihan umum, dan kedua, mengadukan pelanggaran-pelanggaran yang presiden lakukan kepada parlemen.[5] Parlemen inilah yang nanti menggunakan hak kontrolnya untuk mempertanyan sikap-sikap presiden yang diadukan ‘rakyat’ tersebut. Jadi, berbeda dengan Parlementer di mana jika si perdana menteri dianggap tidak bertanggung jawab, parlemen, terutama partai-partai oposisi, dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada perdana menteri yang jika didukung oleh 51% suara parlemen, si perdana menteri tersebut beserta kabinetnya terpaksa harus mengundurkan diri dalam sistem presidensil, hal seperti ini sulit untuk dilakukan mengingat yang memilih si presiden bukanlah parlemen melainkan rakyat secara langsung.
3. Semi Presidensil
Semi presidensial juga disebut Blondell tahun 1984 sebagai “Dual Excecutive”. Dual executive terjadi kala presiden tidak hanya kepala negara yang kurang otoritas politiknya, tetapi juga bukan kepala pemerintahan (eksekutif) yang sesungguhnya, karena juga terdapat Perdana Menteri yang punya hubungan kuat dengan parlemen dan merefleksikan demokrasi parlementer. Namun, rupa hubungan antara Presiden, Perdana Menteri,
Kabinet, dan Parlemen berbeda-beda antara negara-negara yang menerapkan semi presidensial tersebut.[6]
Varian sistem Semi-Presidensial yaitu : (1) Premier-Presidensildan (2) Presiden-Parlementer Dalam Premier-Presidensil pula, hanya mayoritas parlemen saja yang berhak memberhentikan kabinet. Ini membuat Premier-Presidensil sangat dekat dengan Parlementer.
Namun, ia tetap punya ciri Presidensil, yaitu bahwa presiden punya kewenangan konstitusional untuk bertindak secara independen di hadapan parlemen. Keindependenan tersebut bisa dalam hal membentuk pemerintahan ataupun pembuatan undang-undang.
4. Hybryd
Selain Semi-Presidensial, terdapat pula model hybrid, sistem pemerintahan yang bukan parlementer, bukan presidensil, dan bukan Semi-Presidensial. Model pemerintahan ini terdapat di Swiss di mana terdapat eksekutif yang dipilih dari parlemen dan memiliki jangka waktu kekuasaan yang fix (tidak bisa diganggu oleh parlemen).[7] Model ini juga ada di Israel, di mana kepala eksekutif yang dipilih langsung rakyat sekaligus punya posisi yang punya ketergantungan tinggi pada parlemen.
- 4. Membangun Pemerintahan Dengan Berbasis Kejujuran dan Ketulusan
Apakah pemerintah kita berkemungkinan jujur ? pemerintah jujur terdiri dari individu-individu dari semua jenis kepribadian dan semua jenis karakter. Seperti profesi apa pun, departemen atau organisasi, beberapa individu yang lebih jujur daripada yang lain. Ini tidak mungkin dengan wilayah yang luas dan mencakup bahwa pemerintah terdiri dari untuk mengharapkan pemerintahan yang jujur.[8] Selain itu, apa yang setiap orang merasakan sebagai pemerintahan yang jujur dapat berbeda. Selama kita memiliki orang-orang jujur dan selama orang-orang masuk ke posisi pemerintah, akan ada pemerintah tidak jujur.
Namun seperti yang dinyatakan sebelumnya, kita semua memiliki persepsi individu kita tentang apa yang jujur dan tidak jujur sehingga memainkan peranan dalam bagaimana kita melihat pemerintah juga kegiatan.
Dalam pemerintahan, tentu saja terkadang terdapat berita informasi yang simpang siur mengenai ketidak jujuran sistem pemerintahan yang ada di sini, terutama di negara Indonesia. Namun semua itu dapat di hilangkan atau diketahui kebenaranya melalui sistem membangun pemerintah yang jujur itu bagaimana.
Pembangunan dengan menggunakan sistem kejujuran ini. Merupakan opsi dari keadilan serta penuh kepercayaan dalam melalukan sesuatu hal terutama yang ditempuh masyarakat Indonesia yang di atur oleh kepemerintahannya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan besar dan mendasar. Masyarakat yang menderita kemiskinan berkepanjangan dan berdampak luas dalam kehidupan masyarakat, memerlukan kejelasan, konsensus, dan komitmen bersama mengenai sistem administrasi pemerintah yang mengatur tentang jalannya proses maju atau mundurnya perkembangan penduduk Indonesia terutama dimasyarakat. Sistem dan strategi yang harus di tempuh dalam menghadapinya, dalam menghadapi krisis ekonomi , tantangan pemulihan ekonomi, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara jujur daloam pemerintah harus semakin maju, dimasa yang akan datang.
- Faktor Agar Terciptanya Pemerintah Yang Jujur
- Dengan adanya saling keterbukaan dalam bidang administrasi Negara atau kepemerintahan[9]
- Saling berpartisipasi dalam proses penyelidikan mengenai kepemerintahan
- Pengawasan sector pemerintah harus lebih diperkuat untuk menghindari terjadinya dampak korupsi atau tindak gelap tentang keuangan yang terutama dibagian administrasi pemerintah agar kita dapat bersama-sama menjaga kepercayaan yang telah diberikan, untuk menciptakan pemerintah yang jujur dan tulus.
- Mematuhi pengawasan kinerja dalam pemerintah untuk meningkatkan hukum kepatuhan agar tidak terjadi kesalahpahaman.
- Memperketat pengawasan terutama di dalam area pemerintahan.[10]
- Kendala-Kendala Ketidak Jujuran Dalam Pemerintah
Buruknya kualitas pembangunan pemerintahan di Indonesia dengan menggunakan kejujuran disebabkan oleh penyakit korupsi yang sudah mendarah daging dalam semua sistem dan ranah kehidupan anak bangsa ini sehingga bisa menyebabkan ketidak jujuran yang bersumber dari orang-orang yang telah berkorupsi,memakan uang-uang rakyat .
- C. Simpulan dan Saran
Penelitian ini juga menyarankan bahwa sistem pemerintahan di indonesia harus ditingkatkan lagi agar terciptanya pemerintah yang jujur, baik dari segi hal positifnya. Dan pemerintah juga harus memperhatikan keadaan masyarakat-masyarakat sekitar, terutama masyarakat golongan bawah, agar mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat golongan atas. Pemerintah yang jujur itulah yang harus ditegaskan demi kemakmuran rakyat untuk kedepannya. Semoga dengan adany hasil penelitian yang sederhana ini, dapat membantu pemahaman dalam belajar mengenai pemerintahan.
- D. Refensi
Arifin Siregar, Muhammad, 2008, Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik , Semarang : TESIS.
Chamim, Ibn. A, 2003, Pendidikan kewarganegaraan: Pengertian pemerintah dan karakteristiknya, Yogyakarta : Citra Ilmu.
Safitri, Indra, 2005, Hukum, Pemerintahan yang Bersih dan Kejujuran (Law, Clean Governmen and Downright. Bandung : Pustaka Jaya.
Sukardi, Subari, 2001, Sistem Pemerintahan Di Indonesia (Kewarganegaraan), Jakarta :Balai Pustaka.
Hadimulyo, 2000, Sistem Pembangunan Pemerintah , Jakarta : Sinar harapan.
http://www.mightystudents.com/pemerintah-jujur /honest.government.least.
[1] Chamim, Ibn. A, 2003. Pendidikan kewarganegaraan: Pengertian pemerintah dan karakteristiknya, Yogyakarta : Citra Ilmu. Hal 12
[2] Ibid., hal. 14
[3] Arifin Siregar, Muhammad, 2008, Penerapan Tata Kepemerintahan Yang Baik , Semarang : TESIS, Hal. 134
[4]Sukardi, Subari, 2001, Sistem Pemerintahan Di Indonesia (Kewarganegaraan), Jakarta :Balai Pustaka. Hal. 136
[5] Ibid.,
[6] Subari, Op.Cit, Hal. 139.
[7] Op. Cit.,
[8] Safitri, Indra, 2005, Hukum, Pemerintahan yang Bersih dan Kejujuran (Law, Clean Governmen and Downright. Bandung : Pustaka Jaya. Hal. 41
[9] Hadimulyo, 2000, Sistem Pembangunan Pemerintah , Jakarta : Sinar harapan. Hal. 57
[10] Ibid.,
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan tugas untuk memberikan mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan (dh.
Kewiraan Nasional) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas
Pertanian Universitas Suryakancana Cianjur, penulis mencoba membuat ikhti-sar berupa butir-butir bahan
diskusi untuk memudahkan para mahasiswa strata satu berdiskusi
pada waktu perkuliahan. Bahannya
diambil dari berbagai buku sumber dan bahan pendukung lainnya, mengacu
pada Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-rambu
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggiyang termasuk
di dalamnya Pendidikan Kewarganegaraan.
Diktat
ini adalah hasil revisi dari yang penulis susun tahun 2007, isinya dikoreksi dan
ditambah dengan perkembangan baru pasca Pemilu dan Pilpres tahun 2009, serta disesuaikan
pula dengan buku-buku tentang pendidikan kewarganegaraan yang terbit mutakhir. Untuk
pengayaan dan pendalaman materi, para mahasiswa dianjurkan untuk mempelajari
lebih lanjut buku-buku yang penulis pergunakan, yang dicantumkan juga dalam
daftar kepustakaan. Semoga
kiranya bermanfaat.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR
.........................................................................................
i
DAFTAR
ISI
.......................................................................................................
ii
BAB
I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
BAB
II. KEWARGANEGARAAN
...................................................................... 5
BAB
III. IDENTITAS NASIONAL INDONESIA ...............................................
20
BAB
IV. HAK ASASI MANUSIA ………………………………………………... 25
BAB
V. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ...................................... 44
BAB
VI. BELA NEGARA ………………………………………………………..... 49
BAB
VII. DEMOKRASI ……………………………………………………..…….. 61
BAB
VIII. WAWASAN NUSANTARA …………………………………….……... 86
BAB
IX. KETAHANAN NASIONAL …………………………………………...... 97
BAB
X. POLITIK STRATEGI NASIONAL ………………………………….……. 106
BAB
XI. OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI ............................ 113
BAB
XII. MASYARAKAT MADANI ..................................................................
125
BAB
XIII. TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH….. 132
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
................................................................................
142
-djuns-
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di Perguruan Tinggi atau yang di lingkungan Uni-versitas
Suryakancana (UNSUR) Cianjur masih memakai istilah lama, yaitu Pendidikan
Kewiraan,
berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departe-men Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 38/DIKTI/Kep/2002 tentang
Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) di
Perguruan
Tinggi.
Adapun
kurikulum untuk Perguruan Tinggi (PT) terdiri dari : Kurikulum Inti dan
Kuri-kulum Instansional. Kurikulum
intiadalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang
harus
dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang
berlaku
secara nasional, meliputi : 1. Kelompok MPK (Matakuliah Pengembangan
Kepribadian),
2. Kelompok MKK (Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan), 3. Kelom-pok MKB
(Matakuliah Keahlian Berkarya), 4. Kelompok MPB (Matakuliah Perilaku
Berkarya),
dan 5. Kelompok MBB (Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat). Se-dangkan kurikulum instansionaladalah sejumlah bahan
kajian dan pelajaran yang
merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan tinggi, terdiri atas tambahan dari kelom-pok ilmu dalam kurikulum inti yang
disusun dengan memperhatikan kebutuhan
ling-kunganserta ciri khasperguruan tinggi yang bersangkutan.
Khusus
kelompok MPK dapat dijelaskan : 1. Kelompok bahan kajian dan mata pela-jaran untuk mengembangkan manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwaterhadap
Tuhan
YME dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap dan mandiri, serta
mem-punyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, 2. Bertujuan
pengayaan
wawasan,
pendalaman intensitas, pemahaman dan penghayatan, 3. Wajib diberikan
dalam
kurikulum setiap program studi/kelompok program studi, yang terdiri atas :
Ke-lompok MPK Kurikulum Inti: a. Pendidikan Pancasila, b. Pendidikan
Agama, dan c.
Pendidikan
Kewarganegaraan. Adapun Kelompok MPK
Kurikulum Instansional: a.
Bahasa
Indonesia, b. Bahasa Inggris, c. Ilmu Budaya Dasar, d. Ilmu Sosial Dasar, e.
Ilmu
Alamiah Dasar, f. Ilmu Filsafat, dan g. Olahraga, dll.
A.
VISI, MISI, TUJUAN, DAN KOMPETENSI
Visi,
misi, tujuan, dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan mengacu pada visi,
misi,
tujuan, dan kompetensi MPK, yaitu :
1.
Visi :
Menjadi
sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam
mengantarkan
mahasiswa mengembangkan kepribadiannya.
2.
Misi :
Membantu
mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dan kebuda-yaan serta kesadaran
berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu penge-tahuan, teknologi dan seni
yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab
kemanusiaan.
3. Tujuan :
Mempersiapkan
mahasiswa agar dalam memasuki kehidupan bermasyarakat
dapat
mengembangkan kehidupan pribadi yang memuaskan, menjadi anggota
keluarga
yang bahagia, serta menjadi warga negara yang berkesadaran kebang-saan yang
tinggi dan bertanggung kawab kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia
yang berdasarkan Pancasila.
4. Kompetensi :
Menguasai
kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, serta berpan-dangan luas
sebagai manusia intelektual, yaitu :
a. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan
untuk mengambil sikap
yang
bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya;
b. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan
untuk mengenali masalah
hidup
dan kesejahteraan, serta cara-cara pemecahannya;
c. Mengantarkan mahasiswa mampu mengenali
perubahan-perubahan dan
perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan
untuk memaknai peristiwa
sejarah
dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
B.
METODOLOGI PEMBELAJARAN
1.
Pendekatan :
Menempatkan
mahasiswa sebagai subyek pendidikan, mitra dalam prosespem-belajaran, dan
sebagai umat, anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara.
2. Metode Proses Pembelajaran :
Pembahasan
secara kritis, analitis, induktif, deduktif, dan reflektif melalui
dialog
yang bersifat partisipatoris untuk meyakini kebenaran substansi dasar
kajian.
3. Bentuk Aktivitas Proses Pembelajaran :
Kuliah
tatap muka, ceramah, diskusi interaktif, studi kasus, penugasan mandiri,
seminar
kecil, dan evaluasi proses belajar.
4. Motivasi :
Menumbuhkan
kesadaran bahwa proses belajar mengembangkan kepribadian
merupakan
kebutuhan hidup.
C. DASAR SUBSTANSI KAJIAN (POKOK BAHASAN)
1.
Pendahuluan.
2.
Kewarganegaraan.
3.
Identitas Nasional Indonesia.
4.
Hak Asasi Manusia.
5.
Hak dan Kewajiban Warga Negara.
6.
Bela Negara.
7.
Demokrasi.
8.
Wawasan Nusantara.
9.
Ketahanan Nasional.
10.
Politik Strategi Nasional.
11.
Otonomi Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12.
Masyarakat Madani.
13.
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih.
D. KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Berdasarkan
substansi kajian tersebut di atas, maka rumusan kompetensi ril yang
hendak
dituju oleh Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Hamdan Mansoer
(2005)
adalah agar manusia Indonesia :
1. Menjadi warga negara yang memiliki wawasan
berbangsa dan bernegara.
2. Menjadi warga negara yang komit terhadap
nilai-nilai hak asasi manusia dan
demokrasi,
serta berpikir kritis terhadap permasalahannya.
3. Berpartisipasi dalam hal :
a. Upaya menghentikan budaya kekerasan dengan
damai dan menghormati
supremasi
hukum;
b. Menyelesaikan konflik dalam masyarakat
dilandasi sistem nilaiPancasila
yang
universal.
4. Berkontribusi terhadap berbagai persoalan
dalam kebijakan publik.
5. Memiliki pengertian internasional
tentang civil society (masyarakat madani),
menjadi
warga negara yang kosmopolit.
BAB II
KEWARGANEGARAAN
A. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
1.
Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan :
Warga
Negara = Warga + Negara
Warga
= anggota, peserta;
Negara
= organisasi bangsa, atau organisasi kekuasaan suatu bangsa.
Jadi,
warga negara = anggota, peserta, atau warga dari suatu organisasi bangsa.
Istilah
warga negara dalam bahasa Inggris adalah
citizen yang mempunyai arti :
1.
Warga negara, 2. Petunjuk dari sebuah kota, 3. Sesama warga negara, sesama
penduduk,
orang se-tanah air, 4. Bawahan atau kawula, 5. Anggota dari suatu
komunitas
yang membentuk negara itu sendiri.
Dengan
demikian kewarganegaraan (citizenship), berarti keanggotaan yang me-nunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Adapun
istilah
kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.
Kewarganegaraan dalam Arti Yuridisdan Sosiologis:
(1) Dalam
arti yuridis, ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga negara
dengan negara yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Tanda adanya
ikatan hukum dimaksud misalnya ada akte kelahiran, surat per-nyataan bukti
kewarganegaraa, kartu keluarga, kartu tanda penduduk, akte
perkawinan, dll.
(2) Dalam
arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional
(perasaan), ikatan keturunan (darah), ikatan nasib, ikatan sejarah,
dan ikatan tanah air. Ikatan-ikatan ini lahir dari penghayatan warga
negara bersangkutan.
b.
Kewarganagaraan dalam Arti Formaldan Material:
(1) Dalam
arti formal, menunjuk pada tempat kewarganegaraan. Dalam
sistem
hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik;
(2) Dalam arti material, menunjuk pada akibat
hukum dari status kewarga-
negaraan,
yaitu adanya hakdan kewajiban.
Dengan
memiliki status sebagai warga negara, orang mempunyai hubungan
dengan
negara yang tercermin dalam hakdan kewajiban. Pada zaman penjajah-an Belanda
dipakai istilah kawula, menunjukkan
hubungan warga yang tidak
sederajat
dengan negara.
Beda
antara istilah rakyat, penduduk, dan warga negara :
a. Rakyat
:
Merupakan
konsep politis, menunjuk pada orang-orang yang berada di
bawah
satu pemerintahan, dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat
umumnya
dilawankan dengan istilah penguasa/pemerintah.
b. Penduduk:
Orang-orang
yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara.
Penduduk di
Indonesia
terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau
Warga
Negara Asing (WNA). Terdapat juga yang nonpenduduk, yaitu
orang-orang
yang tinggal di Indonesia untuk sementara, misalnya turis asing.
c. Warga Negara:
Penduduk
yang secara resmi menjadi anggota/warga suatu negara. Atau
warga
suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara bersangkutan.
Secara
skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
WARGA
NEGARA (WNI) PENDUDUK ORANG
YANG ORANG ASING (WNA) BERADA
DI WILAYAH
NEGARA BUKAN PENDUDUK
Sementara
itu pengertian kewarganegaraanmenurut
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, adalah segala hal ikhwal yang berhubungan
dengan warga negara. Dan
pewarganegaraanadalah tata cara bagi orang asing
untuk memperoleh kewarganegaraan RI melalui permohonan.
2.
Penentuan Warga Negara :
Setiap
negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga
negara.
Dalam menentukan kewarganegaraan dikenal dua aspek, yaitu aspek
kelahirandan
aspek perkawinan.
a.
Aspek Kelahiran :
(1) Asas Ius Soli(Law of The Soil) :
Asas
yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara
tempat
kelahiran. Di Indonesia diberlakukan terbatas bagi anak-anak
sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (UU 62/1958,
dan
sekarang UU 12/2006).
(2) Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood) :
Asas
yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan darah/
keturunan.
b.
Aspek Perkawinan :
(1) Asas Persamaan Hukum :
Suami-istri
adalah satu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari ma-syarakat. Dengan
demikian status kewarganegaraannya sama.
(2) Asas Persamaan Derajat :
Suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan
suami-istri.
Masing-masing memiliki hak yang sama dalam menentukan
kewarganegaraannya.
Jadi, suami-istri bisa berbeda kewarganegeraan
seperti
sebelum mereka melakukan perkawinan.
Dalam
UU 12/2006 dikenal pula :
(1) Asas Kewarganegaraan Tunggal, yaitu asas yang
menentukan satu
kewarganegaraan
bagi setiap orang;
(2) Asas Kewarganegaraan Ganda, yaitu asas yang menentukan kewargane-
garaan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang
(merupakan suatu pengecualian, karena pada dasarnya
tidak
boleh ada apatride, bipatride, lebih-lebih multipatride).
Beberapa
asas khusus juga menjadi dasar dalam penyusunan undang-undang
kewarganageraan
di Indonesia, yaitu :
(1) Asas Kepentingan Nasional, adalah asas yang
menentukan bahwa per-aturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional
Indonesia,
yang
bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan
yang
memiliki cita-cita dan tujuan sendiri;
(2) Asas Perlindungan Maksimum, adalah asas yang menentukan bahwa
pemerintah
wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga
negara
Indonesia dalam keadaan apa pun baik di dalam maupun di luar
negeri;
(3) Asas Persamaan di Dalam Hukum dan
Pemerintahan, adalah asas yang
menentukan
bahwa setiap warga negara Indonesia mendapatkan per-lakuan yang sama di dalam
hukum dan pemerintahan;
(4) Asas Kebenaran Substantif, adalah prosedur pewarganegaraan seseorang
tidak
hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan
syarat-syarat
permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenar-annya;
(5) Asas Nondiskriminatif, adalah asas yang tidak membedakan perlakuan
dalam
segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas
dasar
suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, dan gender;
(6) Asas Pengakuan dan Penghormatan Terhadap Hak
Asasi Manusia,
adalah
asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan
warga
negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi
manusia
pada umumnya, dan hak warga negara pada khususnya;
(7) Asas Keterbukaan, adalah asas yang menentukan
bahwa dalam segala hal
ikhwal
yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara
terbuka;
(8) Asas Publisitas,adalah asas yang menentukan
bahwa seseorang yang
memperoleh
atau kehilangan kewargaan RI diumumkan dalam Berita
Negara
RI agar masyarakat mengetahuinya.
Pokok
materi yang diatur dalam UU 12/2006 meliputi :
(1) Siapa yang menjadi WNI;
(2) Syarat dan tata cara memperoleh
kewarganegaraan RI;
(3) Kehilangan kewarganegaraan RI;
(4) Syarat dan tata cara memperoleh kembali
kewarganegaraan RI;
(5) Ketentuan pidana.
Perbedaan
penentuan kewarganegaraan oleh setiap negara dapat menyebabkan
masalah,
yaitu munculnya :
a. Apatride, yaitu istilah bagi orang-orang yang
tidak memiliki kewarga-negaraan;
b. Bipatride,yaitu istilah bagi orang-orang yang
memiliki dua kewarga-negaraan;
c. Multipatride, yaitu istilah bagi orang-orang
yang memiliki banyak kewarga-negaraan (lebih dari dua).
3.
Warga Negara Indonesia :
Ketentuan
mengenai kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Dasar
(UUD) 1945 BAB X Pasal 26 :
a. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan
orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga
negara;
b. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat
tinggal
di Indonesia. (Perubahan II/2000);
c. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk
diatur dengan undang-undang. (Perubahan II/2000).
Jadi,
yang dapat menjadi warga negara Indonesia adalah :
a. Orang-orang bangsa Indonesia asli;
b. Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang menjadi
warga
negara.
Berdasarkan
Pasal 26 Ayat (2), penduduk negara Indonesia terdiri dari dua, yaitu
Warga
Negara Indonesia (WNI), dan orang asing (WNA). Sebelumnya, berda-sarkan Indische Staatsregeling 1927 Pasal 163,
penduduk Indonesia adalah :
a. Golongan Eropa, terdiri dari :
(1) Bangsa Belanda;
(2) Bukan bangsa Belanda, tetapi dari Eropa;
(3) Orang bangsa lain yang hukum keluarganya sama
dengan golongan
Eropa.
b. Golongan Timur Asing, terdiri dari :
(1)
Tionghoa (Cina);
(2)
Timur asing bukan Cina;
c. Golongan Bumiputra, terdiri dari :
(1)
Orang Indonesia asli dan keturunannya;
(2)
Orang lain yang menyesuaikan diri dengan orang Indonesia asli.
Sementara
itu berdasarkan UU 12/2006 BAB II tentang Warga Negara Indo-nesia, tercantum
dalam :
Pasal
4
Warga
Negara Indonesiaadalah :
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau ber-dasarkan perjanjian pemerintah RI dengan negara
lain sebelum UU 12/2006
berlaku,
sudah menjadi WNI;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah dan ibu WNI;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah WNI dan ibu
WNA;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah WNAdan ibu
WNI;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ibu WNI, tetapi ayah
Nya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya ti-
dak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300
(tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI;
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
dari seorang ibu WNI;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
dari seorang ibu WNA yang
diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum
anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i. Anak yang lahir di wilayah negara RI yang
pada waktu lahir tidak jelas sta-tus kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di
wilayah negara RI selama ayah dan
ibunya
tidak diketahui;
k. Anak yang lahir di wilayah negara RI apabila
ayah dan ibunya tidak mempu-nyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara
RI dari seorang ayah dan ibu
WNI
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah
dikabulkan permohonan kewar-ganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal
dunia sebelum
mengucapkan
sumpah atau menyatakan janji setia.
Pasal
5
(1) Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang
sah, belum berusia 18 (dela-pan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah
oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan
asing, tetap diakui sebagai WNI;
(2) Anak WNI yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai
anak
oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap diakui sebagai
WNI;
Pasal
6
(1) Dalam hal status kewarganegaraan RI terhadap
anak sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan
ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau
sudah
kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarga-negaraanya.
(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan me-lampirkan dokumen sebagaimana
ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2) disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun setelah anak
berusia
18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Pasal
7
Setiap
orang yang bukan WNI diperlakukan sebagai orang asing.
4.
Pendidikan Kewarganegaraan :
Pendidikan
kewarganegaraan asalnya dari bahasa Latin ”civis” dan dalam baha-sa Inggris
”civic” atau ”civics.” Civic = mengenai warga negara atau kewarga-negaraan,
sedangkan civics = ilmu kewarganegaraan, dan civic education =
pendidikan
kewarganegaraan. Untuk selanjutnya istilah ”civics” saja sudah
berarti
pendidikan kewarganegaraan.
Untuk
lebih jelas mengenai pengertian civics, berikut ini dikemukakan beberapa
definisi
:
a. The Advanced Leaner’s Dictionary of Current
English, 1954 :
Civics
: The study of city government and the duties of citizens.
b.
Webster’s New Collegiate Dictionary, 1954 :
Civics
: The department of political science dealing with right of citizen of
duties
of citizens.
c.
Dictionary of Educations, 1956 :
Civics
: The element of political science or that science dealing with right
and
duties of citizens.
d.
A Dictionary of American, 1956 :
Civics
: The science of right and duties of citizenship, esp, as the subject of
school
course.
e.
Creshore Education, VII. 264:1886-1887 :
Civics
: The science of citizenship - the relations of man, the individual to
man
in organized collections – the individual to the state.
f.
Webster’s New Cincise Dictionary :
Civics
: Science of government.
g.
Edmonson, 1968:3-5 :
Civics
: The study of government and citizenship – that is, the duties right
and
privilege of citizens.
Dari
definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa civics menyangkut :
a.
Warga negara dengan hak dan kewajibannya;
b.
Pemerintah;
c.
Negara;
d.
Merupakan cabang dari ilmu politik.
Menurut Ahmad Sanusi,sejauh civics dapat dipandang
sebagai disiplin ilmu
politik,
maka fokus studinya mengenai ”kedudukan dan peranan warga negara
dalam
menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas
ketentuan
konstitusi negara yang bersangkutan.” Sementara itu menurut
Nu’man
Soemantri,isi dan manfaat dari civics yang merupakan bagian dari
ilmu
politik, diambil demokrasi politiknya, dengan materi :
a. Konteks ide demokrasi: Teori demokrasi
politik, teori demokrasi dalam
pemerintahan,
teori ”mayority rule,” ”minority right,” konsep demokrasi
dalam
masyarakat, dll.
b. Konstitusi negara: Sejarah legal status,
masalah pokok dalam konstitusi,
rangkaian
krisis dalam ”nation building,” identitas, integritas, penetrasi,
partisipasi,
distribusi, dll.
c. Input
dari sistem politik: Arti pendapat umum terhadap kehidupan politik,
studi
tentang ”political behavior” (kebutuhan pokok manusia, tradisi rumah,
status
sosial, etnic group, komunikasi, pengaruh rumah, sahabat, teman sepe-kerjaan,
dsb.);
d. Partai politik dan”pressure group”: Sistem kepartaian,
fungsi partai poli-tik (parpol), peranan kelompok penekan, public relations, dsb.
e. Pemilihan umum : Maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan,
sistem pe-milu, dsb.
f. Lembaga-lembaga pengambil keputusan (decision
maker) : Legislator dan
kepentingan
masyarakat, bagaimana konstitusi memberi peranan ”policy
maker”
kepada Presiden, bagaimana Presiden berperan sebagai legislator,
proses
kegiatan lembaga legislatif, dsb.
g. Presiden sebagai Kepala Negara : Kedudukan
Presiden menurut konstitusi,
kontrol
lembaga legislatif terhadap Presiden dan birokrasi, organisasi dan
manajemen
pemerintahan, pemerintah daerah, dsb.
h. Lembaga yudikatif : Sistem dan administrasi
peradilan, hak dan kedudukan
seseorang
dalam pengadilan, proses pengadilan, hubungan lembaga legisla-
tif,
eksekutif, dan yudikatif,
i.
Output dari sistem demokrasi politik: Hak dan kemerdekaan individu dalam
konstitusi,
kebebasan berbicara, pers dan massmedia, kebebasan akademis,
perlindungan
yang sama, cara penduduk memperoleh dan kehilangan kewar-ganegaraan.
j. Kemakmuran umum dan pertahanan negara: Tugas
negara dan warga
negara
dalam mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki barang/
kekayaan,
pajak untuk kepentingan umum, politik luar negeri dan keselamat-an nasional,
hubungan internasional.
k. Perubahan sosial dan demokrasi politik:
Demokrasi politik, pembangunan
masa
sekarang, bagaimana mengisi dan mengefektifkan demokrasi politik,
tantangan
bagi warga negara dalam menghadapi perkembangan sain dan
teknologi,
dsb.
Menurut Nu’man Soemantri, obyek studi civics adalah
warga negara dalam
hubungannya
dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebu-dayaan, dan
negara. Termasuk dalam obyek ini adalah :
a.
Tingkah laku;
b.
Tipe pertumbuhan berpikir;
c.
Potensi yang ada dalam setiap warga negara;
d.
Hak dan kewajiban;
e.
Cita-cita dan aspirasi;
f.
Kesadaran (patriotisme, nasionalisme, pengertian internasional, moral Panca-sila, dsb.);
g.
Usaha, kegiatan, partisipasi, tanggung jawab, dsb.
Jadi,
civics tidak semata-mata mengajarkan pasal-pasal UUD, UU, PP, Perpres/
Keppres,
Perda, dll. tetapi hendaknya mencerminkan juga
hubungan tingkah
laku
warga negaradalam kehidupan sehari-hari, dengan manusia lain dan alam
sekitarnya.
Dengan demikian materi civics memasukkan unsur-unsur :
a.
Lingkungan fisik;
b. Sosial, pendidikan, kesehatan;
c. Ekonomi, keuangan;
d. Politik, hukum, pemerintahan;
e. Etika, agama;
f. Sain dan teknologi.
5.
Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan :
a.
Mulai diperkenalkan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1790 dengan nama
civics,
dalam rangka ”mengamerikakan bangsa Amerika” atau terkenal
dengan
nama ”theory of americanization.” Hal ini dianggap penting meng-ingat bangsa AS
berasal dari berbagai bangsa yang datang disamping
bangsa
(suku) asli yang ada. Dalam taraf ini materinya adalah ”government”
serta
hakdan kewajibanwarga negara.
b.
Di Indonesia, pelajaran civics telah ada sejak zaman Hindia Belanda dengan
nama
“Burgerkunde.” Dua buku penting yang dipakai adalah :
(1) Indische Burgerkundekarangan P.
Trompsterbitan J.B. Wolters Maats-chappij N.V. Groningen, Den Haag, Batavia,
tahun 1934. Materinya
mengenai
:
-
Masyarakat pribumi, pengaruh Barat, bidang sosial, ekonomi, hukum,
ketatanegaraan,
dan kebudayaan;
-
Hindia Belanda dan rumah tangga dunia;
-
Pertanian, perburuhan, kaum menengah dalam industri dan perdagang-an,
kewanitaan, ketatanegaraan Hindia Belanda dengan terbentuknya
Dewan
Rakyat (Volksraad);
-
Hukum dan pelaksanaannya;
-
Pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara, dan angkatan laut.
(2) Recht en Plicht(Indische Burgerschapkunde
voor Iedereen) karangan
J.B.
Vortmanyang diberi pengantar oleh B.J.O.
Schrieke, Direktur
Onderwijs
en Eredienst (O&E), terbitan G.C.T. van Dorp & Co. N.V.
(Derde,
Herziene en Vermeerderdruk) Semarang-Surabaya-Bandung, ta-hun 1940. Materinya mengenai :
-
Badan pribadi : Masyarakat di mana kita hidup (dari lahirsampai
dewasa),
pernikahan dan keluarga;
-
Bezit dari obyek hukum : Eigendom Eropa dan hak-hak atas tanah,
hak-hak
agraris atas tanah, kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara;
-
Sejarah pemerintahan Hindia Belanda, perundang-undangan, alat pem-bayaran, dan
kesejahteraan.
Dari
materi ke dua buku di atas, jelas terlihat bahwa pada zaman Hindia
Belanda
belum terdapat kesatuan pendapat tentang materi pelajaran
civics.
c. Dalam suasana merdeka, tahun 1950 di
Indonesia diajarkan civics di sekolah
menengah.
Walaupun ke dua buku tersebut di atas pada zaman Hindia Be-landa dijadikan
pegangan guru, tetapi ada perubahan kurikulum dengan
materi
kewarganegaraan di samping tata negara, yaitu tentang tugas dan
kewajiban
warga negara terhadap pemerintah, masyarakat, keluarga, dan diri
sendiri,
misalnya :
(1) Akhlak, pendidikan, pengajaran, dan ilmu
pengetahuan;
(2) Kehidupan;
(3) Rakyat, kesehatan, imigrasi, perusahaan,
perburuhan, agraria, kemak-muran rakyat, kewanitaan, dsb.
(4) Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan
rakyat, perwakilan, peme-rintahan, dan soal-soal internasional.
d. Tahun 1955 terbit buku civics karangan J.C.T.
Simorangkir, Gusti Mayur,
dan Sumintardjoberjudul ”Inti Pengetahuan Warga
Negara” dengan mak-sud untuk membangkitkan dan memelihara keinsyafan dan
kesadaran bahwa
warga
negara Indonesia mempunyai tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat,
dan negara (good citizenship). Materinya mengenai :
(1) Indonesia tanah airku;
(2) Indonesia Raya;
(3) Bendera dan Lambang Negara;
(4) Warga negara dengan hak dan kewajibannya;
(5) Ketatanegaraan;
(6) Keuangan negara;
(7) Pajak;
(8) Perekonomian termasuk koperasi.
e. Pada tahun 1961 istilah kewarganegaraan
diganti dengan kewargaan negara
karena
menitikberatkan warga sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) UUD 1945
yang
mengandung pengertian akan hak dan kewajiban warga negara ter-hadap negara,
yang tentu berbeda dengan orang asing. Tetapi istilah tersebut
baru
secara resmi dipakai pada tahun 1967 dengan Instruksi Dirjen Pendi-dikan Dasar
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 31 Tahun 1967.
Buku
pegangan resminya adalah ”Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia”
karang Supardo, dkk. Materinya adalah pidato
kenegaraan Presiden
Soekarnoditambah
dengan :
(1) Pancasila;
(2) Sejarah pergerakan;
(3) Hak dan kewajiban warga negara;
f. Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI,
buku karangan Supardoter-sebut di atas dilarang dipakai. Untuk mengisi
kekosongan materi civics,
Departemen
P&K mengeluarkan instruksi bahwa materi civics (kewargaan
negara)
adalah :
(1) Pancasila;
(2) UUD 1945;
(3) Ketetapan-ketetapan MPRS;
(4) Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(5) Orde Baru;
(6) Sejarah Indonesia;
(7) Ilmu Bumi Indonesia.
Pelajaran
civics diberikan di tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di perguruan
tinggi
terdapat mata kuliah ”Kewiraan Nasional” yang intinya berisi pendi-dikan
pendahuluan bela negara.
g.
Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI tahun 1972, belum ada
kejelasan
pengertian tentang apakah kewargaan
negaraatau pendidikan
kewargaan
negara. Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional
Pengajaran
dan Pendidikan Civics (Civic Education) di Tawangmangu Sura-karta, mendapat
ketegasan dan memberi batasan bahwa :
(4) Civicsdiganti dengan ”Ilmu Kewargaan Negara,”
yaitu suatu disiplin
ilmu
dengan obyek studi tentang peranan para warga negara dalam
bidang
spiritual, sosial, ekonomi, politik, hukum, dan kebudayaan,
sesuai
dan sejauh diatur dalam UUD 1945;
(2) Civic education diganti dengan ”Pendidikan Kewargaan Negara,”
yaitu
suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga
negara
yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran
ketentuan-ketentuan
UUD 1945. Bahannya diambil dari ilmu kewar-
gaan
negara termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, mental
Pancasila,
dan filsafat pendidikan nasional.
h.
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi :
(1)
Tahun 1970an–1983 terdapat mata kuliah Kewiraan Nasional dengan
inti
pendidikan pendahuluan bela negara;
(2)
Tahun 1983 – 2000 dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti)
Depdikbud
No. 32/DJ/Kep/1983 yang disempurnakan dengan Keputus-an Dirjen Dikti No.
25/DIKTI/Kep/1985 dan disempurnakan lagi de-ngan Keputusan Dirjen Dikti No.
151/DIKTI/Kep/2000 ditetapkan
Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Kewiraan.
(3)
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas Pasal 39 Ayat (2)
yang
menyebutkan isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pen-didikan wajib
memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan
pendidikan
kewarganegaraan yang di dalamnya termasuk pendidikan
pendahuluan
bela negara yang tercakup dalam MPK, maka dengan
Keputusan
Dirjen Dikti No. 150/DIKTI/Kep/2000 mengharuskan untuk
selalu
mengevaluasi kesahihan isi silabus dan GBPP pendidikan kewar-ganegaraan beserta
proses pembelajarannya. Berdasarkan hasil evaluasi
dimaksud,
maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 267/DIKTI/Kep/
2000,
ditetapkan penyempurnaan pendidikan kewarganegaraan
pada
perguruan tinggi di Indonesia yang memuat silabus dan
GBPP-nya.
(4)
Tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas)
No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, maka de-ngan Keputusan Dirjen
Dikti No. 38/DKITI/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian
(MPK),
ditetapkan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan
Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang wajib
diberikan
dalam kurikulum setiap program studi/ kelompok studi di
Perguruan
Tinggi.
Sementara
itu di UNSUR Cianjur khusunya di FKIP, namanya
Pendidikan
Kewiraan,
tetapi isinya tetap mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh
Depdiknas.
Materi pendidikan kewiraan yang dahulu pendidikan pendahulu-an bela negara,
adalah bagian dari pendidikan kewarganegaraan.

1 komentar:
Salam,
Terima kasih atas artikelnya sangat membantu saya dalam membuat tugas makalah karena perpustakaan di daerah saya belum tersedianya referensi buku utk MAP, dari saya mohon dgn hormat perbanyakkan lagi artikel ttg manajemen administrasi publik, terima kasih.
Posting Komentar